Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
“mudik’ diartikan sebagai: 1. (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai,
pedalaman). 2. pulang ke kampung halaman,sedangkan dalam bahasa inggris mudik
berarti (home to the village) atau biasa dikatakan pulang kampung. Adapun
istilah mudik dalam ilmu social sama dengan mobilitas yaitu merupakan fenomena
pergerakan manusia dari suatu daerah tujuan ke daerah asal dalam batas wilayah
dan waktu tertentu. Fenomena mudik bisa terjadi dimana saja selama manusia
melakukannya namun hal ini tergantung dari beberapa faktor yang menyebabkan
fenomena mobilitas terjadi. Akan tetapi fenomena mobilitas ini lebih sering
ditemukan di masyarakat perkotaan yang senantiasa setiap hari melakukan
berbagai aktifitasnya.
“Dimana
fenomena mudik terjadi” Sudah barang tentu mudik biasa terjadi di kota
kota besar, hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia melakukan
migrasi dari desa ke kota. Mereka melakukan perpindahan secara temporer bahkan
ada juga yang menetap. Pergerakan ini disebabkan berbagai factor diantaranya
yaitu push factor (factor pendorong) dan pull factor (factor penarik).
Sebagimana menurut Abdurachmat (Harmanto, 2008:42) salah satu factor
pendorong dari desa diantaranya yaitu : Menyempitnya lapangan pekerjaan di sector
agraris, fasilitas pendidikan di desa kurang memadai, upah di desa rendah dll.
Sedangkan factor penarik yaitu daerah tujuan atau kota sebagai tujuannya
diantaranya yaitu : lapangan pekerjaan di kota beragam, fasilitas social
memadai, sebagai pusat pengembangan budaya, upah dikota tinggi, kota sebagai
pusat pemasaran. Factor inilah yang melatarbelakangi seseorang melakukan
perpindahan (mobilitas penduduk) ke kota. Banyaknya masyarakat desa yang pergi
ke kota tentunya membawa pengaruh baik bagi desa (tempat asal) maupun bagi kota
(tempat tujuan) sehingga hal ini juga merupakan salah satu timbulnya mudik yang
terjadi setiap tahunnya.
Kapan fenomena mudik terjadi? Mudik
sebetulnya tidak hanya terjadi setiap tahun. Bisa saja seseorang melakukan
mudik secara harian, mingguan, bahkan bulanan. Bagi yang melakukan mudik secara
harian biasanya dilakukan oleh seseorang yang tidak jauh dari tempat
tinggalnya, sebagai contoh seseorang bekerja di kota namun tempat tinggal di
daerah pinggiran kota, sehingga pada waktu pagi hari dia berangkat bekerja ke
tempat tujuan dan pada sore hari pulang lagi ke daerah asalnya (tempat
tinggalnya) istilah lain yaitu commuter/ulak alik. Bagi sebagian orang
terkadang mudik dilakukan setiap minggu, kebiasaan ini dilakukan seseorang yang
bekerja di daerah kota namun tempat tinggal di daerah pinggiran. Pada umumnya
alasan sesorang melakukan mobilitas sirkuler ini yaitu untuk menekan biaya
transportasi pulang pergi dari tempat asal ke tujuan sehingga orang tersebut
menetap sementara di tempat kerja dalam waktu beberapa hari setelah itu
pulang kampung dalam waktu mingguan. Selanjutnya adapula seseorang
melakukan mudik dalam jangka bulanan, biasanya hal ini dilakukan oleh para
karyawan pabrik yang berada dikawasan dekat dengan tempat ia bekerja alasannya
tentunya sama halnya dengan para pekerja yang melakukan mudik mingguan yaitu
menekan biaya ongkos dan memudahkan dalam melakukan pekerjaan agar lebih
efektif tepat waktu. Kebiasaan ini banyak terjadi di kota-kota besar seperti
Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya dll. Mobilitas sirkuler ini tentunya bagi
para pekerja yang dekat dengan wilayah dia tinggal Sebagai contoh orang
Pandeglang bekerja di Tangerang atau orang Serang bekerja di Jakarta.
Selain itu ada pula mudik yang bersifat tahunan, bentuk mobilitas ini
biasanya dilakukan seseorang sekali dalam satu tahun, hal ini merupakan
kebiasaan bahkan menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat kita. kegiatan
rutinitas tahunan ini biasanya dilakukan pada saat bulan Ramadhan menjelang
hari besar idoel fitri (Lebaran). Adapun seseorang yang melakukan mobilitas ini
tentunya sebagian besar masyarakat desa yang tinggal di kota kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Surabaya dan yang lainnya. Bahkan tidak hanya bagi masyarakat
desa akan tetapi bagi masyarakat yang sudah menetap di kota pada kesempatan ini
sengaja meluangkan waktu untuk mengunjungi sanak saudara atau orang tua, hal
ini tentunya bagi masyarakat kota yang masih memiliki sanak saudara yang
tinggal di desa atau kota lainnya. Oleh sebab itu dalam kajian
geografi mudik merupakan migrasi temporer (mobilitas sirkuler) yang mana
penduduk melakukan perpindahan dalam batasan wilayah dan waktu tertentu.
Bentuk mobilitas sirkuler ini berupa mingguan, bulanan atau setiap tahun
sekali.
Kenapa mudik terjadi? Mudik terjadi
bukan semata mata sebagai bentuk mobilitas sirkuler semata namun mudik sudah
menjadi budaya bangsa Indonesia, mudik merupakan salah satu kebiasaan yang
dilakukan masyarakat Indonesia sejak dulu. Bahkan sejak manusia purba, budaya
mudik sudah ada salah satunya yaitu dalam kebiasaan hidup berkelompok,
manusia purba melakukan kegiatan berburu dan meramu yang mana seorang kepala
rumah tangga pergi berburu secara berkelompok bersama sama sedangkan para
istrinya menunggu di rumah untuk mengurusi anak dan menjaga rumah sampai
suaminya datang. Kegiatan ini terkadang berhari-hari bahkan berminggu minggu,
setelah itu baru mereka melakukan mudik atau pulang ke tempat asalnya dengan
membawa hasil buruan untuk kebutuhan hidupnya. Bisa dikatakan berburu dan
meramu,merupakan salah satu cirri dari masyarakat purba, namun ada juga
kebiasaan manusia purba yang lain yaitu hidup berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lainnya guna mencari kebutuhan hidupnya apabila tempat yang dia
tinggali sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga mereka
melakukan ekspansi ke wilayah lain. istilah ini biasa dikatakan sebagai Nomaden.
Begitupun pada masyarakat sekarang ini fenomena mudik terjadi karena adanya
fenomena migrasi, artinya bahwa kenapa ada mudik jawabannya karena adanya
migrasi. Mustahil adanya mudik apabila tidak ada migrasi. Oleh sebab itu jika
kita perhatikan dari tahun ke tahun fenomena mudik semakin bertambah hal ini
tentunya seiring dengan jumlah migrasi ke kota-kota besar. Menurut survey
beberapa kota yang menjadi sasaran mirgasi penduduk diantaranya yaitu Jakarta,
Bandung, Surabaya dan Medan hal ini dilihat dari jumlah pertambahan penduduk
tiap tahun yang terus meningkat.
Masyarakat transisi dan budaya mudik
Menurut Pasya dkk (2004 :206) masyarakat transisi
merupakan masyarakat yang berada diantara masyarakat tradisional dengan
masyarakat modern, atau masyarakat peralihan dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern. Lebih jelasnya menyatakan bahwa Kehidupan masyarakat ini
umumnya berada pada wilayah marginal atau pinggiran kota –desa, secara fisik
masih berada dalam di daerah administrasi desa tetapi pengaruh kota terhadap
kehidupan sudah nampak. Sejalan dalam itu Pasya (2004: 212) membagi masyarakat
transisi berdasarkan letak dimana masyarakat itu berada, pembagian tersebut
yaitu masyarakat transisi yang berada di pedesaan, masyarakat transisi yang
berada di pinggiran kota, dan masyarakat transisi yang berada di perkotaan.
dari ketiga masyarakat transisi tersebut memiliki ciri –ciri yang khas dalam
perkembangannya terutama dalam pendidikan, mata pencaharian, kesehatan,
lingkungan, dan mentalitas penduduknya. Berkaitan dengan masalah kependudukan
dalam hal ini yaitu masalah urbanisasi dan perilaku masyarakatnya ternyata
masyarakat transisi yang berada di kota yang lebih banyak menimbulkan masalah
social, seperti kesenjangan, kesehatan, konflik dll. Hal ini dikarenakan mereka
hidup dan menjadi masyarakat kota namun masih banyak yang masih membawa sifat
dan sikap (mentalitas) tradisional sebagimana dibawa dari daerah asal.
Mentalitas sebagai masyarakat transisi bagi mereka yang berada di
perkotaan sebagai pendatang, tidak akan secara langsung menjadi masyarakat
modern melainkan memerlukan proses yang kecepatannya tergantung pada
mereka sendiri untuk cepat berubah dan menyesuaikan diri mejadi masyarakat
modern. Perubahan mentalitas ini tentunya akan lambat apabila masyarakat
pendatang masih bergaul dan bertempat tinggal dan berusaha dengan yang memiliki
mentalitas yang sama.
Fenomen mudik hubungannya dengan masyarakat
transisi, sejauh ini fenomena mudik terjadi dikota-kota besar, namun jika kita
analisis lagi bahwa masyarakat yang melakukan mudik bukan masyarakat kota asli,
akan tetapi masyarakat desa yang hidup di kota sehingga bisa dikatakan masyarakt
tersebut adalah masyarakat transisi, sebagaimana yang telah dijelasakn bahwa
masyarakat transisi ini masih bersifat tradisional artinya secara jasmani
tinggal di kota namun secara mental masih memiliki sifat daerah asal, sehingga
budaya-budaya local masih dipegang erat. Berbeda dengan masyarakat kota yang
cenderung hidup modern, yang selalu menganggap segala sesuatu diukur dengan
materialistic, sehingga gaya hidupnya cenderung lebih bersifat duniawi. Oleh
sebab itu apabila dikaitkan dengan masalah mudik tentunya masyarakat transisi
yang lebih banyak disoroti karena masyarakat inilah yang lebih banyak melakukan
mudik dalam konteks tradisi. Masyarakat transisi ini cenderung melakukan mudik
sebagai suatu tradisi yang harus dilakukan sebagai wujud kepatuhan terhadap
adat keluarga di dalam daerah tertentu. apalagi budaya mudik ini tidak akan
terlepas dari perkembangan bangsa ini, karena hanya bangsa-bangsa yang sedang
berkembang yang memiliki banyak masyarakat transisi yaitu peralihan masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern.
Bagaimana mengatasi mudik? sebagian orang mudik
merupakan masalah bagi pemerintah, namun ada juga fenomena mudik ini
merupakan hal yang wajar karena merupakan sebuah tradisi suatu bangsa, akan
tetapi apabila mudik dijadikan sebuah permasalahan tentunya harus dicari solusi
agar fenomena mudik ini dapat terselesaikan. Untuk menjawab pertanyaan ini
tentunya akan lebih mudah di jawab apabila kita memahami apa itu fenomena
mudik, kenapa dan mengapa sehingga akan ada solusi yang relevan dan akurat.
Sudah dikemukakan diatas bahwa fenomena mudik merupakan gejala yang ditimbulkan
akibat dari migrasi penduduk, dalam hal ini yaitu masuknya masyarakat pedesaan
ke kota dalam jumlah yang banyak. Namun disisi lain bahwa tidak semata-mata
penduduk melakukan migrasi tanpa ada alasan yang jelas ke daerah tujuan. Oleh
sebab itu yang perlu dikaji adalah kenapa sebagian penduduk desa melakukan
migrasi ke kota, alasan inilah yang harus ditangani oleh pemerintah agar
penduduk desa tetap tinggal di daerahnya masing-masing namun masyarakat dapat
sejahtera. Sebagai gambaran nya yaitu sejauhmana pemerintah memberikan
pelayanan dan pemerataan pembangunan di berbagai bidang pada daerah secara
merata agar tekanan migrasi ke kota semakin kecil. Namun sejauh ini dapat
kita rasakan bersama bagaimana pemerintah membangun bangsa ini bukan semakin
maju malahan semakin terpuruk.
B. Mudik dan permasalahan sosial kependudukan
Fenomena mudik tidak hanya dilihat sebagai sebuah
fenomena sosial masyarakat yang menggambarkan keberadaan masyarakat dalam
gelombang gerakan mobilisasi arus balik yang besar, melakukan kegiatan pulang
kampung secara serempak menjelang hari tertentu tetapi juga, dilihat dari
permasalahan-permasalahan yang akan ditimbulkannya. Secara demografis fenomena
mudik akan sangat berdampak pada kegiatan masyarakat di berbagai daerah, lokasi
atau tempat.
Masalah-masalah yang ditimbulkan di berbagai
lokasi yang menjadi pusat utama terjadinya mobilisasi arus mudik, adalah antara
lain semakin meningkatnya angka kecelakaan, akibat keteledoran para pemudik
yang kurang perduli untuk menjaga keselamatan mereka selama terjadi kegiatan
arus mudik, baik itu tanpa mengunakan helm pengaman kepala ketika pergi mudik
terutama terhadap anak-anak. Termasuk membawa barang-barang muatan yang
melebihi kapasitas kendaraan disamping itu tidak jarang terlihat bahwa banyak
kendaraan lebaran yang mengangkut penumpang lebih banyak dari pada kemapuan
beban kendaraan untuk mengangkut hingga kendaaraan tidak seimbang akibatnya
banyak kasus kecelakan yang meningkat memakan banyak korban diberbagai tempat,
juga selama perjalanan tindak kriminalitas semakin meningkat yang sasaranya
adalah para pemudik tidak jarang ada yang mengalami kasus perampokan, pembiusan
dan pencopetan. Tindakan kriminal yang terjadi itu bukan hanya terjadi
diperjalanan para pemudik tetapi juga meningkat pada daerah-daerah tertentu,
dimana daerah yang lokasi masyarakat urbannya padat ketika musim mudik datang
dan para pemudik meninggalkan rumah mereka untuk pulang kampung. Tidak jarang
pada saat-saat tersebut rumah mereka dijarah oleh para perampok.
Dampak yang lebih telihat pada kependudukan ialah
selama mobilisasi arus mudik terjadi, kota yang padat akan ditinggalkan selama
mudik oleh para perantau kembali kekampung halaman mereka sehingga kota bias
saja terlihat lenggang atau sepi karena penduduk asli perkotaan bisa saja
sangat sedikit jumlahnya dibanding jumlah pendatang yang mengadu nasib di kota
tersebut, akibatnya karena banyak rumah yang ditinggalkan para perantau. Sering
mengalami perampokan di rumah-rumah yang mereka tinggal pergi mudik dan saat
pulang kembali barang-barang mereka sudah habis dijarah rampok. Itu artinya
fenomena mudik menimbulkan tindak kriminal yang meningkat.
Selain itu ketika tiba saatnya mobilisasi arus mudik dari kampong kembali ke kota, membawa dampak yang buruk adanya pertambahan jumlah penduduk perkotaan dibanding sebelumnya, akibat tidak jarang penduduk yang dulunya merantau pulang kembali kekampung, dan kembali lagi ke kota untuk bekerja membawa sanak-saudara mereka untuk ikut menetap dikota baik itu sama-sama mengadu nasib atau ada hal lainnya yang mempenagruhi mereka menetap dikota. Hal seperti itu terjadi karena para perantau yang pulang kekemapung mereka, terkesan sukses dimata para tetangga dan keluarganya karena sewaktu pulang kampung tidak jarang mereka membawa uang dalam jumlah besar dan juga oleh-oleh yang banyak. Selain itu mereka juga menceritakan kepda warga kampungnya mengenai kesuksesan mereka selama tinggal di kota mereka cenderung malu jika menceritakan kegagalan mereka di kota.
Selain itu ketika tiba saatnya mobilisasi arus mudik dari kampong kembali ke kota, membawa dampak yang buruk adanya pertambahan jumlah penduduk perkotaan dibanding sebelumnya, akibat tidak jarang penduduk yang dulunya merantau pulang kembali kekampung, dan kembali lagi ke kota untuk bekerja membawa sanak-saudara mereka untuk ikut menetap dikota baik itu sama-sama mengadu nasib atau ada hal lainnya yang mempenagruhi mereka menetap dikota. Hal seperti itu terjadi karena para perantau yang pulang kekemapung mereka, terkesan sukses dimata para tetangga dan keluarganya karena sewaktu pulang kampung tidak jarang mereka membawa uang dalam jumlah besar dan juga oleh-oleh yang banyak. Selain itu mereka juga menceritakan kepda warga kampungnya mengenai kesuksesan mereka selama tinggal di kota mereka cenderung malu jika menceritakan kegagalan mereka di kota.
Efeknya tanpa tau buruk dan beratnya hidup
diperkotaan orang yang dulunya tinggal dikampung cenderung untuk ikut merantau
pergi kekota ikut mengadu nasib. Sehingga perkampungan yang kebanyakan
ditinggalkan orang-orangnya pergi merantau ke kota juga mengalami dampak yang
buruk karena jumlah penduduknya berkurang dan biasanya yang tinggal dikampung
hanya mereka yang berusia tua atau lanjut yang tetap bertahan di kampung untuk
menjaga rumah dan lahan mereka, selain itu karena usia tua juga mereka sudah
tidak sanggup untuk bekerja berat dan berpikir cukup hanya hidup dengan hasil
lahan. Anak-anak juga ditinggalkan dikampung tidak ikut merantau tetapi kalau
sudah besar mereka juga cenderung ikut merantau mengikuti jejak teman-teman,
atau keluarga mereka yang sudah merantau ke kota lebih dulu dari pada mereka.
Selain itu masyarakat yang juga sudah merantau ke kota walau hidupnya tidak
sukses juga setelah merantau ke kota tidak berani pulang kekampung karena malu
jika pulang kampung tanpa membawa apa-apa. Sehingga image bahwa merantau
mengadu nasib ke kota akan menuai sukses semakin kuat mendorong ornag memadati
perkotaan. Akibatnya desa atau kampung yang belum maju dan modern kehidupanya,
akan sepi penduduknya akibat migrasi penduduknya ke kota sehingga perkotaan
akan lebih padat penduduknya dari pada di desa sehingga persebaran penduduk
tidak mengalami keseimbangan
SUMBER :
http://gungun82.wordpress.com/2012/07/30/budaya-mudik-ciri-dari-masyarakat-transisi/
http://agrissintahelwigantang.wordpress.com/2010/03/27/budaya-mudik-dan-permasalahan-sosial/